Ketika Berhenti Belajar

                       



Aku melihat orang yang tak mau belajar, tak mau menerima nasehat, membuatnya hidup dalam kebingungan.
Merasa bahwa dia mampu menyelesaikan setiap masalahnya sendiri, dengan caranya sendiri, menurut pemikirannya sendiri, yang tak jarang jauh dari kata bijaksana.

Baginya, nasehat adalah penyerangan, penghinaan, dan bibit dendam yang dia simpan rapi. Dia keluarkan saat yang menasehatinya berbuat 'kesalahan', sekecil apapun, untuk dijadikan 'senjata' penyerangan balik.

Orang yang anti kritik, dan tak suka belajar, sejatinya adalah orang sombong. Merasa ilmunya sudah cukup hingga belajar adalah hal terjauh yang dia inginkan. Merasa pengalamannya sudah banyak, merasa hidupnya sudah sempurna.

Jika orang lain menganggap belajar adalah usaha memperbaiki diri, dia menganggap belajar itu membuang-buang waktunya. Membuatnya lelah.                      
Nasehat, selamanya kita butuhkan. Karena kita tak pernah mampu melihat 'tengkuk' kita sendiri.
Bagaimana nasehat itu selalu 'harus' ada?

Pertama, nasehat datangnya dari ibu dan ayah kita. Baik yang terucap ataupun tidak. Lalu juga saudara dan keluarga. Saat mulai sekolah, adalah guru kita. Lalu masuklah sahabat kita.

Lihatlah semua... merekalah pengingat kita, sedikit banyak yang akan membentuk kepribadian kita.
Lalu kenapa saudara kandung tak jarang berbeda karakternya?

Satu hal yang paling mudah dilihat, adalah bagaimana perbedaan setiap pribadi dalam menerima nasehat tersebut.
Sebagaimana murid di kelas, guru memberi pelajaran, namun daya tangkap setiap muridnya berbeda.
Ada yang cepat, ada yang lambat. Hingga ketika test dilakukan, hasilnyapun berbeda-beda.

Begitupun manusia menyikapi ujian hidupnya, tentu berbeda-beda.  
                  
Segala sesuatu ada ilmunya. Tanpa ilmu yang benar, bukan berarti manusia tak mampu menghadapi ujiannya, tapi lebih tahu 'jalan pintas' nya hingga tak berlarut dan menghabiskan seluruh energinya.

Ada orang yang seumur hidupnya menghadapi 'setan' yang sama. Tak juga kenali ujudnya walau telah nyata dihadapannya.

Dia berputar dan terus bergelut membuang energinya untuk itu. Setiap kebaikan yang dia giatkan, selalu pupus dengan kesakitan yang juga dia buat sendiri.



240717

Comments

Popular Posts