Sakitmu...Bahagiamu




Seandainya orang tahu hakikat sakit, tentu tak ada yang mengeluh saat mendapatkannya. Apalagi mengeluh di media sosial.

Banyak sekali yang 'tahu' bahwa sakit adalah bagian dari penghapusan dosa. Namun saat sakit mendera, keluhan tetap melenguh di manapun. Dari status FB hingga di realitas.

Ketika ada orang yang merahasiakan sakitnya, prasangka burukpun dibisikkan kemana-mana.
'Jangan-jangan kena sakit ini atau itu'


Beberapa waktu lalu, seorang kawan yang sudah lama tak berhubungan, menelphone.

"Aku dengar kamu sakit ya, Rin?"
"Dengar darimana?"

Diapun menyebut nama yang memberi tahu. Aku cuma senyum.

"Sakit apa sih, Rin kalau boleh tahu?"
"Sakit rindu pada dirimu,"kujawab asal saja.

Dia tertawa, tak berani bertanya lebih lanjut. Dia rupanya paham aku tak akan bicara apapun lagi.

"Semoga kamu sehat selalu ya,Rin"
"Aamiin. Doa yang sama untukmu. Terima kasih juga atas perhatianmu."


***


Entah bagaimana kabar itu menyebar. Bisa jadi karena badanku yang terus menyusut. Ya, aku memang kehilangan 9 kg dalam waktu beberapa bulan saja. Dari XL kini jadi M.

Apa kurus itu identik dengan sakit?

Sebagian temanku juga tahu aku agak tertutup bila sakit. Pernah rawat inap, anakku ku wanti-wanti untuk tidak memberitahu siapapun.

Apa yang terjadi?

Kakak-kakakku ngamuk. Mereka juga tak kuberitahu satupun. Hihihi...
Tahunya setelah aku di rumah.

Semua pasien sibuk menerima kunjungan orang lain, aku tidak. Cuma anak-anakku dan seorang sahabat dekatku yang punya 'prinsip' sama denganku.

Mungkin dr. Ryan Thamrin rahimahullah punya prinsip yang sama denganku. Menyembunyikan sakitnya agar tak merepoti siapapun. Menikmati proses dihapuskannya dosa dengan menjauh.

Jangan pernah berprasangka itu sebuah derita. Sungguh, kami sadar bahwa kami ini pendosa. Sangat bersyukur diberi Allah sarana penghapus dosa lewat sakit.

Jika tidak ada rasa syukur dan takwa kepada Allah, mungkin setiap orang akan meneriakkan rasa sakit yang dialaminya.

Kakak perempuanku yang bergulat dengan kanker beberapa tahun, tak pernah lepas berdzikir, juga salat tahajjud walau sudah tak mampu bangun.
Hingga akhir hayatnya tak lepaskan salat satu rakaatpun!.

Begitupun ibu mertuaku. Tak sekalipun ucapkan 'aduh' saat sakitnya. Cuma tersenyum menahan pedih sambil beristighfar.

Ibu mertuaku yang berpesan padaku jelang melahirkan anakku yang pertama dulu..

"Sakit itu nikmat, terlebih ini sakit tanda kesempurnaanmu sebagai perempuan yang bisa melahirkan. Jangan nodai nikmat itu dengan keluhan 'aduh' atau apapun. Tiap sentakan sakit ucapkan istighfar ya. Jangan yang lain"

Aku patuh. Hingga suster yang menolong proses melahirkanku menyebut aku ibu istighfar karena
banyaknya istighfar yang kuucapkan. Dokternyapun mengacungkan jempol padaku.

Ibu mertuaku hembuskan nafas terakhirnya dengan mengucap "Allah..."

Aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang 'kuat'. Teladan yang hebat buatku.
Terlebih ayahku rahimahullah, yang begitu indah mempersiapkan kematiannya.

Lihat sekarang, baru juga pusing, tensi up atau down sudah 'teriak' ke seluruh dunia lewat status media sosial.
Apa itu keikhlasan? Diberi nikmat menghapus dosa malah 'mengeluh'.

Terima kasih saya buat yang menyebar berita. Paling tidak karena berita itu, beberapa teman sambung lagi komunikasi dengan saya.

Semoga yang diberi nikmat sehat dapat memanfaatkannya dengan ibadah yang maksimal. Begitupun dengan yang sedang sakit, semoga segera diangkat penyakitnya. Aamiin.


50817

Comments

Popular Posts