Terbukti Generasi Sekarang Mirip Seperti Strawberry, Mengapa?
Nur Rina Chairani
25 Oktober 2017
Bernas.id - Rata-rata di grup WhatsApp manapun sama saja berisiknya. Terlebih bila penanggung jawabnya tidak tegas dalam menerapkan peraturan. Ibaratnya bukan 'daging' yang didapat, tapi sisik-sisik yang harusnya dibuang.
Hanya sedikit grup di WhatsApp yang betul-betul sistematis dan bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Biasanya hanya grup yang berbayar. Itulah kenapa seorang Ippho Right lebih banyak memberi ilmunya di channel Telegram yang hanya searah. Begitupun motivator lain. Mengetahui benar betapa sukanya masyarakat Indonesia itu berbasa-basi, beramah tamah dan bicara apa saja di mana pun. Dari di dunia nyata hingga di dunia maya.
Kelas online, kumpulan ini dan itu banyak dibentuk di WhatsApp dan Telegram. Tahukah Anda? Ternyata di hampir setiap grup punya ‘penyakit’ yang sama. Apa saja?
Yang pertama adalah malasnya membaca pengumuman, materi dan sebagainya sampai tuntas dan mencoba memahaminya. Membaca cepat tanpa memahami, yang berbuah mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas. Berulang-ulang lagi.
Kedua, malas belajar dan berpikir. Cari praktisnya dengan terus dan terus bertanya. Dari tidak tahu cara mengubah password, tak tahu cara mengunduh foto, tak tahu cara masukkan tulisan. Ini zaman now yang harusnya generasi sudah melek teknologi. Begitu sibukkah hingga tak ada waktu untuk mempelajari segala sesuatu sendiri dulu, berpikir dulu sebelum terus bertanya dan bertanya? Sudah penuh kesabaran mereka mencoba menjawab setiap pertanyaan, eh diulang lagi, diulang lagi. Manja sekali!
Yang ketiga, pada tak mau mengenal dan mau tahu kemampuan dirinya sendiri. Jika memahami kalimat saja tak bisa dan tak mau belajar. Membaca juga malas, terus nanti mau dapat ilmu apa? Kalau diberi masukan pada mudah terbawa perasaan dan ngeyel.
Mungkin inilah yang disebut sebagai generasi strawberry. Generasi yang penuh dengan kreatifitas tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Padahal kesuksesan tidak bisa diraih melalui jalan pintas. Apalagi dengan berbekal mentalitas yang rapuh.
Strawberry adalah buah yang sangat menawan hati, tampilan warnanya sangat segar memikat tetapi tergesek sedikit dia akan mengelupas. Demikian Rheynald Kasali menganalogikannya. Paling tergelitik dengan kutipan ini,
"Mengapa anak-anak sekarang kesulitan mengungkapkan isi pikirannya dengan baik? Jika diberi pertanyaan, jawabannya pendek sekali dan ingin cepat selesai. Padahal ada banyak buku yang bisa memberinya masukan untuk mampu menjawab menguatkan isi pikirannya. Mengapa semua makalah isinya copas? Apakah benar mereka sudah tak punya kemampuan menuangkan kembali apa yang sudah diserapnya?"
Hal-hal ini yang membuat mereka kurang tangguh dalam menghadapi kesulitan. Padahal saat ini begitu banyak kemudahan yang bisa mereka dapatkan untuk membaca atau mencari ilmu apapun selama ada niat yang kuat. Kemanjaanlah yang melemahkan mereka. Ketersediaan segala kebutuhan membuat mereka tak lagi punya daya juang.
Harusnya mereka tahu bahwa pembelajaran itu diambil, tidak datang sendiri. Sebab pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan lahir dari proses pengolahan. Jadi ingat kata-kata ini dari Thariq Suwaidan yang mengatakan bahwa orang lugu, tak mau bertanya. Orang pelik, selalu bertanya. Orang cerdas, tahu mana yang harus ditanya dan mana yang harus di abaikan.
Comments
Post a Comment