Memaknai Kata Panjang Umur
Nur Rina Chairani - Ciptono Wahyu Prasetyadi
22 Januari 2018
22 Januari 2018
Bernas.id - Sepanjang hidup, kita bisa memiliki apa saja. Harta berlimpah, jabatan tinggi, gelar sarjana berderet dan mendapat banyak kehormatan dan beragam pujian manusia. Namun untuk berapa lama?
Saat kontrak hidup kita berakhir di dunia ini, apa yang bisa kita tinggalkan? Harta bisa habis, jabatan pun selesai. Gelar sarjana yang kita banggakan, bisakah menolong hisab kita? Apakah malaikat kubur menanyakan berapa banyak gelar sarjanamu? Kehormatan dan segala pujian pun usai. Kita pun akan ditinggalkan sendiri di kubur, di alam barzah, menanti hari keadilan tiba.
Tahukah makna ‘panjang umur’ yang selalu dinyanyikan saat berulang tahun? Apakah umur yang mencapai ratusan tahun? Karena manusia penikmat kehidupan sangat takut pada kematian. Lalu, apa yang bisa membuat kita panjang umur dalam makna sebenarnya?
Sebuah karya! Ya! Sebuah karya yang dituliskan, adalah buku!
Pikirkan, bagaimana kita akan tahu segala ilmu di dunia ini tanpa adanya buku? Lihatlah bagaimana kita akan tahu segala sejarah dunia ini tanpa ada tulisan yang dibukukan. Bahkan Islam dan hampir semua agama punya buku yang disebut sebagai kitab suci sebagai pedoman untuk keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
Bagaimana dengan kita? Yang tak mau menulis dan hanya sekedar membaca yang kita sukai belaka. Bagaimana nanti cucu dan keturunan akan mengenal kita jika kita tak meninggalkan jejak apapun di dunia ini?
Maka, menulislah! Hampir tak ada orang yang tak bisa menulis. Yang tak mau, banyak. Setidaknya tinggalkan amal jariyahmu melalui buku karyamu! Namamu akan terus hidup dan dikenal oleh anak cucumu, akan abadi. Jasad telah terkubur, tapi karya kita yang akan terus hidup di dunia ini, itulah makna dari panjang umur yang sebenarnya.
Lihatlah bagaimana para tokoh muslim dan tokoh dunia dikenal. Semua melalui karya yang ditulisnya. Bagi yang memahami Al-Qur’an akan tahu betapa pentingnya menulis. Seorang BJ Habibie, bukan hanya penemuan dari kecerdasannya, namun dia telah mengikat semuanya dengan tulisan. Badiuzzaman Nursaid, menulis segala pemikiran dan ilmunya melalui kertas apapun yang dia temukan, yang akhirnya menjadi karya Risalah Nur yang begitu mendunia. Buya Hamka, menghasilkan Tafsir Al-Azhar yang hingga kini banyak dibaca dan dipelajari. Buya Hamka sepanjang hidupnya menulis kurang lebih 130 buku!
Bung Karno, menulis buku Indonesia Menggugat. Semua penemu dan cendekiawan Muslim menghasilkan buku mengikat segala ilmu yang mereka temukan. Al-Khawarismi yang menemukan angka nol (0), yang sangat diidolakan oleh Mark Zuckenberg. Karena tanpa penemuan Al-Khawarismi tak akan ada Facebook atau teknologi yang memudahkan kita semua saat ini.
Karena kehidupan yang sebenarnya adalah akhirat. Apakah Anda hanya ingin jadi manusia yang ‘numpang lewat’ dan dilupakan saat telah mati, ataukah ingin abadi dengan karya yang Anda tulis melalui buku.
Ada seorang ibu berusia 58 tahun, tersadar dia belum meninggalkan apapun untuk bekal matinya. Belajar menulis begitu gigihnya walau dia tak mengerti teknologi sedikit pun. Tanpa malu ataupun ragu dia menjadi murid kelas menulis tertua, hingga akhirnya dia mampu menulis karyanya yang dia persembahkan untuk anak cucunya. Dia telah meninggalkan amal jariyah yang akan membuatnya panjang umur.
Bagaimana dengan Anda?
Comments
Post a Comment