Berapa Batasan Waktu Suami Boleh Meninggalkan Istrinya Untuk Bekerja? Ini Jawabannya!
Nur Rina Chairani - Ciptono Wahyu Prasetyadi
01 Desember 2017
01 Desember 2017
Bernas.id - Jaman sekarang terbuka kesempatan sangat luas dalam banyak hal, bekerja di luar kota dan bahkan di luar negeri sudah bukan hal yang mengherankan. Namun, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengantisipasi hal ini dengan memberi batasan berapa lama suami boleh meninggalkan istrinya untuk bekerja. Seberapa lamakah seorang suami diperbolehkan meninggalkan istrinya, sehingga istri harus bersabar untuk sementara waktu tidak dapat memperoleh nafkah batin dari sang suami?
Pergaulan yang baik dari sang suami terhadap istri adalah memberi perhatian kepada istrinya. Meninggalkan istri dalam waktu yang cukup lama, termasuk pelanggaran dalam rumah tangga, karena bertentangan dengan perintah untuk mempergauli istri dengan benar.
Allah memerintahkan para suami untuk bergaul dengan istrinya sebaik mungkin. Sebagaimana Allah perintahkan para istri untuk mentaati suaminya sebaik mungkin.
‘Pergaulilah istri kalian dengan cara yang makruf’ (QS. An-Nisa: 19)
Namun, dikarenakan sesuatu hal, suami terpaksa meninggalkan istrinya. Ada dua keadaan yang menjadi alasan suami meninggalkan istrinya:
1. Meninggalkan karena udzur;
Udzur yang dimaksud bisa bentuknya mencari nafkah atau karena kebutuhan lainnya. Dalam kondisi ini, istri tidak berhak menuntut suami untuk segera pulang atau hak melakukan hubungan badan. Ini merupakan pendapat madzhab Hambali…
Al-Buhuti menjelaskan, Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur. (Kasyaf al-Qana’, 5/192).
Namun jika istri keberatan, dia berhak untuk mengajukan cerai. Dan suami berhak untuk melepas istrinya, jika dia merasa tindakannya membahayakan istrinya. Allah berfirman, ‘Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka’ (QS. al-Baqarah: 231).
2. Meninggalkan tanpa udzur.
Suami yang safar meninggalkan keluarga tanpa udzur, istri boleh menuntut untuk segera kembali pulang. Karena ada hak istri yang harus dipenuhi suaminya. Para ulama menyimpulkan, batas maksimalnya adalah 6 bulan. Jika lebih dari 6 bulan, istri punya hak untuk gugat di pengadilan.
Dalam hal ini Imam Ahmad pernah ditanya, “Berapa lama seorang suami boleh bepergian meninggalkan istrinya?” Ia menjawab, “Ditetapkan baginya enam bulan. Jika ia menolak untuk pulang, maka hakim boleh memisahkan mereka (suami istri).”
Dalil yang menjadi landasan dari pendapat tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hafs dengan isnad dari Zaid bin Aslam, yang menceritakan ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu di malam hari berkeliling kota. Tiba-tiba beliau mendengar ada seorang wanita bersyair yang menyuarakan rasa kesepiannya karena telah lama ditinggalkan suami di medan perang.
Imam Ghazali mengatakan, “Seseorang suami harus mencampuri istrinya setiap empat malam sekali. Yang demikian ini adalah lebih adil, karena jumlah maksiat istri ada empat, sehingga diperbolehkan baginya mengakhirkan sampai batasan tersebut. Boleh juga lebih atau kurang dari satu, sesuai dengan kebutuhannya untuk memelihara mereka (istri). Sebab, memelihara mereka (istri) juga merupakan kewajiban baginya (suami).”
Jika suami istri terpaksa harus berpisah untuk sementara waktu yang melebihi hitungan bulan, hendaknya di antara keduanya selalu melakukan komunikasi secara rutin, baik melalui SMS, WA, telpon, atau sarana lainnya. Hal ini dimaksudkan agar hati suami maupun istri merasa senang dan kabar dari masing-masing pihak dapat menjadi pelipur rindu untuk sementara waktu.
Comments
Post a Comment