APEKSI 2017
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2017 di Kota Malang di mulai tanggal 18-20 Juli.
Sebuah acara yang cukup penting bagi kota ini. Menjadi tuan rumah adalah sebuah penghormatan, mengingat banyaknya anggota yang terdiri dari walikota seluruh Indonesia, bisa jadi 98 tahun lagi Malang
jadi tuan rumah kembali.
Kali ini dihadiri oleh 98 walikota. Dengan 3600 peserta. Bisa dibayangkan betapa kehebohan yang terjadi di sini. Terutama di sekitar tempat acaranya.
Awalnya aku tak tahu apa itu Apeksi. Namun karena di hotel dan tempat tertentu ada banner 'Selamat Datang peserta Apeksi 2017', jadi penasaran.
Akhirnya mendapat kabar tentang agenda acara dari media sosial. Akupun ingin melihatnya. Bukan di hari pertama yang hanya beragendakan 'welcome dinner' di Balai Kota, tapi hari berikutnya yang akan menggelar pawai dan pameran budaya.
Tentu bila pawai kebudayaan, jarang orang mau nonton langsung mengingat pasti akan ramai, berdesakan dan sebagainya. Belum lagi macetnya jalan akibat beberapa ruas jalan yang ditutup.
Tak salah memang, dan itu tantangan buatku. Sudah kuniatkan untuk melihat. Dan sesudah dzuhur aku berangkat bersama 'ojob' kata orang Malang, naik motor menembus jalan kecil untuk bisa masuk ke area terdekat. Beberapa ruas jalan memang ditutup dan dijaga polisi.
Rencananya pawai budaya dimulai pukul 2 siang. Kami yang sudah masuk daerah dekat acara, mampir ke warung tenda yang memang disiapkan didekat tempat city expo.
Yang pertama menarik perhatianku adalah kue cucur, kue tradisional yang cukup kusukai. Berwarna hijau muda dan berukuran lebih besar dari biasanya. Kamipun membeli dua, yang dihargai Rp 5000,-.
Dari kue cucur, kami menemukan Lontong Balap Surabaya. Suamiku yang belum makan siang membeli semangkuk, bukan pakai piring.
Aku penasaran dengan 'lentho'(terbuat dari kacang tolo yang dibumbui dan digerus kasar lalu dibentuk oval dan digoreng). Aku cicipi dan beri jempol pada ibu yang menjualnya.
Dia senang sekali. Tentu kebiasaan bertanya alias kepoku menyertai.
"Sudah lama jual lontong balap, Bu?"
"Lumayanlah. Saya jual sehari-hari di jalan depan itu, Bu"
"Bagaimana ibu tahu cara membuat lentho yang enak?"
"Saya orang Malang, suami saya orang Surabaya. Jadi tahu dari mertua. Beberapa kali coba baru tau yang enak bagaimana."
"Ibu tahu ga, beberapa makanan khas jawa timur memakai lentho juga. Tapi ada perbedaannya"
"Saya cuma paham yang dipakai lontong balap karena suami suka sekali"
"Kalau mau aslinya, sambalnya tak seperti ini, Bu," kataku.
"Wah, ibu ternyata tahu betul ya makanan Surabaya?" Si ibu makin semangat.
"Saya lahir dan besar di Surabaya. Juga akrab dengan makanan khasnya jadi sedikit tahu, Bu"
"Oh berarti kita 'walikan' (terbalik) ya. Ibu orang Surabaya suami Malang, saya orang Malang bersuami Surabaya"
Kita tertawa bersama.
"Tapi lentho ibu sudah enak rasanya," pujiku.
"Alhamdulillah, saya sudah bertekad untuk terus melestarikan makanan tradisional, Bu. Anak sekarang mana tahu lentho itu apa. Mereka cuma tahunya junk food"
"Betul, Bu. Semoga niat ibu ada yang ikut melakukannya juga"
"Aamiin"
Kamipun beranjak.
Di sekitar tempat tersebut juga ada rujak cingur dan makanan khas jawa timur lainnya. Kamipun melanjutlan berjalan menuju lokasi.
Parade budaya telah dimulai dari depan gereja di jalan besar Ijen pukul 2 siang sesuai rencana.
Parade budaya akan berakhir setelah tampil di depan para walikota. Aku memilih melihat di tempat akhir.
Dari masih sepi aku sudah di sana, hingga penonton mulai berjubel. Aku mencari tempat terbaik untuk bisa melihat semua. Restaurant dan segala usaha di jalan Semeru tempat para walikota hadir, tutup semua.
Ada tiga panggung berdiri untuk para walikota. VIP di kanan kiri dan VVIP di tengah. Di seberangnya ada panggung untuk alat musik tradisional yang terus bermain dan untuk pembawa acaranya.
Sementara rumah di sekitar lokasi jadi tempat peserta bersiap tampil atau untuk salat dan beristirahat sejenak.
Satu persatu walikota beserta istrinya datang. Tentu disertai para staff dan ajudannya yang semua memakai batik/kain khas dari daerah masing-masing.
Senang rasanya melihat aneka batik dan kain khas dari seluruh Indonesia berbaur. Sangat cantik. Sangat Indonesia. Aku tak henti keliling bertanya kain yang mereka pakai.
Wartawan dari daerah pesertapun berjubel. Juga yang memakai drone tampak ada 3. Salah satunya ada di sebelahku.
Ketika para undangan mulai lengkap, dan abah Anton selaku tuan rumah tiba, acarapun dimulai. Semua penonton dipinggirkan alias disuruh keluar pagar, kecuali aku.
Entah kenapa aku dibiarkan di dalam. Sungkan kali sama nenek-nenek.*takut kualat.๐
Tentu aku senang bin ge-er.
Maklum, wong ndeso!
===
Di dalam lokasi,tentu saja pandangan mata begitu nikmat melihat apa saja yang sedang terjadi di sana.
Badanku tak henti bergoyang tanpa sadar menikmati lagu-lagu daerah yang dimainkan dengan atraktif. Gamelan plus alat musik modern bersatu padu mengiringi lagu gethuk, padang bulan, manuk dadali dan lainnya.
Kami ada dekat panggung para undangan. Tentu berbaur dengan para ajudan. Demi melihat ada manusia 'aneh' tak berbatik dan memakai sneaker plus tas punggung, mereka mendekatiku.*kuatir ada teroris.
Aku sudah memperhatikan polisi yang kali ini berseragam baju daerah. Yang perempuan berbaju kurung, yang lelaki pakai baju berwarna senada. Ada kalung keanggotaan polisi yang tersembunyi yang sempat kulihat.
Aku senyum-senyum saja berada di dekat mereka. Tak membawa hape karena suamiku yang membawa kemana-mana.
Kami lupa membawa power rangers, eh pengisi daya, hingga bersepakat memakai hape satu persatu agar tak kehabisan baterai bareng mengingat panjangnya waktu acaranya.
Sebelum seseorang mendekatiku, aku sengaja beramah tamah dengan para ajudan dan aparat. SKSD.. sok kenal sok dekat plus nekad. Sementara suamiku sudah di tempat berbeda.
Ketika mereka bertanya profesiku, aku jawab santai, saya blogger, suka menulis tentang Malang. Ditanya blogku ya kuberi. Rupanya mereka membuka dan memastikan. Karena tak lama kemudian aku malah diajak dan dipersilakan duduk di kursi VVIP. Walau di belakang.
Lumayan duduk di belakang para walikota.
Terhindar dari bau badan yang campur aduk juga asap rokok. Aroma parfum mahal para istri walikota merebak kencang di podium tempat aku duduk manis dengan pena di tangan dan buku kecil di pangkuanku. Siap beraksi.
Setelah Abah Anton membuka resmi dengan salam khas Malang 'Salam satu jiwa!'
Yang dijawab,'Arema!'
Pawaipun dimulai kontingen tuan rumah.
Tentu topeng Malangan dengan tariannya ada di sana. Di susul dari kota Batu lalu Pasuruan hingga yang terakhir Pekalongan. Bayangkan saja, 98 daerah!
Bu Airin, walikota Tangerang Selatan yang cantik, yang juga ketua Apeksi, mendampingi abah Anton berdiri di sepanjang acara.
Tiap daerah memberikan alat musik khasnya untuk disimpan di museum musik Indonesia yang ada di kota Malang. Walikotanya yang memberi langsung.
Aku sangat menikmati setiap atraksi pawai. Baik tarian, lagu, dan pertunjukan lain seperti hadrah, pencak silat dan sebagainya. Begitu kayanya budaya negeri kita. Makin mengerti mengapa banyak yang ingin mencaplok dan menguasainya.
Di samping dijelaskan tentang budaya, juga prestasi para walikota. Yang paling mengesankan adalah prestasi walikota Tegal. Seorang perempuan, dan yang telah mendapatkan 45 penghargaan atas segala prestasinya. Juga walikota termuda yang masuk rekor MURI. Berusia 27 tahun saat dilantik. Aku sempat berfoto bersama beliau dan istrinya yang cantik. Walikota dari Tanjung Balai, Sumatera Utara.
Tak sampai dua meter jaraknya denganku, ada DR. Bima Arya sang walikota Bogor yang sedikit terlambat datangnya. Orangnya asik menurutku.
Saat berjalan menuju City expo, aku panggil 'Kang'... eh, langsung noleh!
Ilmu SKSD diterapkan kembali. ๐
It works!
Saat aku disebelahnya, Kang Bima dengan santai bertanya,"Darimana?"
Ku jawab,"Dari Bogor nyasar ke Malang"
Tersenyum. Ajudannya baik sekali. Malah dia yang memotret kami.
Setelah bincang singkat dengan beberapa walikota lainnya, aku kembali ke tempat dudukku. Pengen ngobrol sama walikota paling cantik. Bu Airin yang ramah dan supel juga.
Ada kejadian kecil di podium vvip saat itu, saat seorang ajudan terjungkal dari kursinya. Tim kesehatanpun segera dipanggil. Cukup menyakitkan jika melihat ekspresinya.
Karena kejadian itu, seorang ajudan menyuruhku memajukan kursi agar tak mengalami nasib yang sama.
Di podium ini tentu banyak 'makanan' kecil. Ada tas khusus yang diberikan untuk para walikota. Alhamdulillah aku diberi juga walau bukan walikota. Hihihi... Allah Maha Baik.
Kucoba lihat isi tas tersebut. Ada kripik tempe khas Malang dan biskuit dari sponsor, juga kue basah 3 macam, air mineral, buku tentang apeksi, buah-buahan dan banyak lagi. Lumayan buat isi perut.
Usai pawai peserta terakhir, Abah Anton sibuk melayani ucapan selamat dan permintaan foto bareng.
Aku malah asik ngobrol bareng ibu Anton. Ibu yang hangat dan bersahaja. Aku dirangkul sepanjang kita bicara.
Tak lama, Abah Antonpun usai dan langsung kuajak berfoto. Beliau seperti tak kenal lelah, terus menebar senyum dan menyapa siapa saja.
Bu Airin sudah dikawal ketat ajudan. Kami menuju luar stadion untuk acara pembukaan City Expo.
Ada band dari Medan yang sedang menyanyikan lagu daerah penuh semangat. Karena lagunya enak, membuat kami bergoyang. Termasuk bu Airin. Akupun ikut disana. Bergoyang ringan bareng ibu cantik yang energik ini.
Akupun turut bersama mereka. Ngintil terus... namun di dalam aku memisahkan diri. Berkeliling ke 98 stand peserta.
Jadi ingat inacraft yang rutin digelar di Jakarta tiap tahun.
Produk terbaik daerah/kota peserta ada di sana. Tertata rapi dengan penjaga berbusana khas.
Senang rasanya berada disana. Namun waktu jualah yang membuat kami harus pulang.
Aku sangat terkesan dengan penyelenggaraan event ini. Hampir semua walikota berbaur dengan kami tanpa ada jarak atau 'jaim'.
Ajudannyapun sangat bersahabat. Tak terlihat arogansi sedikitpun.
Beginilah harusnya pemimpin yang dipilih rakyat. Tetap merakyat.
Lelah itu pasti. Terlebih acara digelar sejak siang hingga malam hari dengan berbusana wajib khas daerah asal. Senyum terus dijaga bersama saudara setanah air.
===
Aku masuk mall sebelum pulang. Stadion Gajayana bersebelahan dengan salah satu mall di kota Malang.
Niatnya cuma mau ke toilet saja. Di sana bertemu rombongan kontingen dari Dumai, kota minyak.
Mereka cerita penuh semangat betapa senang bisa ke Malang. Mereka sudah berkeliling ke Batu ke obyek-obyek wisata disana. Tentu Museum Angkut yang utama karena hanya ada satu di Indonesia, ya di Kota Batu.
Mereka tak peduli capek karena cuma tiga hari berada di sini. Kamis mereka sudah harus pulang.
Para peserta apeksi 2017 bertebaran di Mall. Tentu aku tahu karena seragam batik mereka. Cukup menyenangkan melihat banyaknya tamu saudara sebangsa.
Akupun bersiap pulang. Tapi berkeliling sebentar melihat kota di malam hari.
Yang kulihat, para peserta apeksi juga heboh berkeliling. Mengambil taman-taman indah di Malang untuk berfoto ria.
Sementara counter milik Tengku Wisnu dengan strudle Malangnya yang terletak dekat dengan tempat acara habis diserbu para peserta.
Wah.. betul-betul meriah acara Apeksi ini. Kata Abah Anton wajib disukseskan mengingat untuk jadi tuan rumah kembali bisa jadi butuh waktu 97 tahun lagi.
Aku senang melihat kemeriahan kota malam itu. Juga bersyukur bahwa acara berlangsung sukses.
Dari acara Apeksi ini aku harus belajar banyak, karena ternyata aku tak banyak tahu tentang kota lain seperti Tanjung Balai di Sumatera Utara, Sungai Penuh, Banjar Baru dan sebagainya.
Apeksi 2017 sekarang memang sudah berakhir, namun kenangannya akan selalu ada.
Boleh percaya boleh tidak, sebelum mengetahui adanya acara ini, entah kenapa aku suka menyebut nama abah Anton. Ingin bertemu langsung.
Bahkan sudah dua kali melewati rumah pribadi beliau tanpa sengaja.
Pertama saat pulang dari sebuah panti asuhan, dan kedua saat pulang dari rumah seorang narasumber. Berpapasan dengan beliau yang juga baru pulang.
Ternyata bertemu juga akhirnya, sempat bicara walau sejenak.
Akupun pulang dengan penuh kesyukuran yang luar biasa.
Alhamdulillah.
omarina#100
Comments
Post a Comment