Dari Rumah Khas Papua Hingga Apache Camp





Teman dari pariwisata wa ..

"Tolong ke rumah Honai, Omah kayu dan Taman Langit ya, Rin. Jika bisa ke Apache Camp juga. Terus tuliskan"

Permintaan yang menyenangkan buatku.
Maka berangkatlah aku kesana.
Asal itu wisata alam, aku suka. Karena pasti menantang. Paling tidak butuh kebugaran tubuh.

Walau sehari sebelumnya aku sudah cukup lelah bermain di wisata Coban Jahe dan Coban Tarzan yang lokasinya cukup jauh, tinggi dan luas, kuputuskan tetap berangkat.

Tak ada kesulitan yang berarti untuk  mencapai kesana. Tempat yang berdekatan dengan setidaknya empat tempat wisata lainnya.

Alhamdulillah sampailah aku ke tempat tujuan pertama. Goa Pinus, terletak di daerah Gunung Banyak, Kota Batu. Harga tiket masuk Rp 5000,-. Cukup murah bukan?





Kita bisa menikmati beberapa spot foto yang cukup menarik. Termasuk ada archery di dalam. Baru satu bulan beroperasi. Di kelola oleh Perhutani dan lembaga masyarakat setempat.





Untuk masuk ke rumah Honai yang berada di dalam kawasan Goa Pinus, dikenakan biaya Rp 5000,-/orang.













Honai adalah sebutan untuk rumah khas Papua. Yang sudah ada 5 rumah. Menurut kabar akan terus ditambah dan dikembangkan nantinya.







Setelah puas menikmati sejuknya udara Batu, dan mengambil foto dengan view kota dan lembahnya, maka aku beranjak untuk ke tempat wisata yang lain yang berdekatan.


Hanya beberapa menit saja kita sudah tiba di Omah Kayu, juga dengan harga tiket masuk Rp 5000,-. Berdampingan dengan tempat wisata baru Taman Langit yang baru beroperasi dua minggu.



Omah Kayu, seperti juga namanya, spot foto terbaik ya di omah kayu(rumah kayu).
Rumah ini di sewakan dengan harga Rp 350.000,- di hari biasa dan Rp 450.000,- semalam saat weekdays.

Di sebelahnya ada wisata alam baru bernama Taman Langit. Dengan harga tiket masuk Rp 10.000 - kita bisa menikmati beragam spot foto disini.

Jalannya menanjak dan cukup melelahkan bagi Oma-oma sepertiku yang jarang berolahraga ini.
Patung-patung perempuan yang menurutku cukup 'seronok' bertebaran.

Ada juga tempat tidur berkasur tanah dan rumput, angsa, singa, taman bunga hingga rumah kayu yang sedang dibangun untuk disewakan seperti di Omah Kayu.







Lumayan luas dan masih terus dibangun dan dibenahi, hingga di beberapa tempat banyak kerikil yang sempat membuatku jatuh lumayan keras dan menyakitkan.

Nyerah?
Bagiku jatuh itu sudah biasa. Jatuh ke jurang saja sudah pernah dulu, pun terperosok di pedalaman.

Aku selalu diam sejenak sebelum bangun. Walau di depan banyak orang tak perlu malu, namanya wisata alam tentu selalu ada resiko itu.




Usai mengitari seluruh tempat, akupun melanjutkan perjalanan. Baru sadar kaki kiri yang jatuh tadi bengkak saat salat ashar tak bisa menyanggah sujud dengan sempurna.

Tapi kutahan saja dan tetap melanjutkan perjalanan.

Kali ini menuju Coban Talun.

Kira-kira dua tahun lalu aku pernah kesana. Masih sepi dan dinginnya cukup menggigit.

Sepanjang yang aku ingat, di sana banyak lutung(sejenis kera). Juga camping ground yang cukup luas. Ada aula di tengahnya untuk tempat berkumpulnya orang-orang yang berkemah.

Waktu itu, belum ada pungutan bayaran harga tiket masuk. Sepanjang jalan menuju Coban Talun banyak sekali wisata petik apel karena memang disana banyak kebun apel.

Harga apel bila sedang panen, cuma Rp 2000,- perkilo. Bandingkan dengan di Supermarket. Jenis apel ana dan apel manalagi yang banyak di sini.

Apel ana ada rasa asemnya, jika apel manalagi manis rasanya. Warna apel ana hijau dengan paduan merah, sementara apel manalagi berwarna hijau muda.

Akhirnya aku tiba di Coban Talun. Hmmm... ternyata banyak kejutan menanti di sana.
Harga tiket masuk Rp 10.000,- per orang.
Begitu masuk, yang dulunya sepi...berjajar mobil dari beragam daerah plat nomornya.
Wow !!! Ramai sekali.

Ada cafe Alam Hortensia, ada persewaan motor trail dan atv, ada archery, ada Goa Jepang dan banyak lagi. Tentu air terjun juga masih ada.





Untuk masuk ke tempat kupu-kupu dan mawar, harus merogoh kocek 10.000,-
Lalu untuk menikmati indahnya bunga Hortensia yang suka kusebut Panca Warna, bayar Rp 5000,-.



Ada permainan paintball, flying fox juga.
Untuk masuk Apache Camp bayar juga Rp 10.000,-
Rumah Indian ini disewakan 600.000,- semalam dengan mendapat 2 kali makan.

Goa Jepang memungut Rp 5000,- untuk harga tiket masuknya. Camping ground masih ada, sementara lutung semakin sedikit karena hilang.
Ya, mereka di lepas bebas di sana.

Kawasan Coban Talun ini lebih dingin dari Batu. Nginap di rumah Indian???
Bisa jadi seperti tidur di kulkas.





Kata ibu penjual di warung yang sudah lama di situ, dia cukup senang karena sekarang sudah ramai pengunjung. Terutama sejak adanya banyak wahana yang dibangun seperti rumah Indian itu.




Sama seperti yang lain, inipun dikelola Perhutani dan bekerja sama dengan lembaga masyarakat desa setempat.

Siapkan fisik terbaik disini karena areanya sangat luas. Walau ada persewaan motor trail dan ATV. Motorpun boleh masuk dan di parkir dengan wahana yang dituju.

Parkir mobil sangat luas juga.

Setelah puas berkeliling, akupun meninggalkan tempat ini. Dan tak lengkap tanpa membeli apel yang murah dan segar.



Kaki kiri yang bengkak tak halangiku menyelesaikan 'tugas' dari teman hari itu.
Berhenti untuk salat maghrib sembari meringis menahan sakit. Berbuka puasa dan langsung kerumah therapistku.

Setelah dilihat semua, oma harus patuh dianjurkan untuk beristirahat total 2-3 hari.
Ada dislokasi rupanya.

Alhamdulillah, sampai dirumah dengan selamat dan penuh syukur.
Membersihkan diri dan beristirahat sejenak untuk kemudian menuliskan ini.




Malang, 5 Juli 2017
91

Comments

Popular Posts