Murid-murid Istimewa
Aku terbiasa hidup sendiri selepas Sekolah Dasar. Tinggal jauh dari orangtua. Awalnya cukup berat saat harus berpisah dengan ayah. Hingga aku sempat jatuh sakit selama satu bulan.
Namun aku bertahan. Sejak itu aku tak mau larut dalam rindu lagi. Aku tekun belajar electone hingga sempat di undang langsung oleh Brand ternama untuk mengikuti lomba.
Aku memang tak jadi juara, namun pengalaman tampil di depan banyak orang, cukup jadi pengalaman yang menggetarkan.
Lulus Sekolah Menengah Pertama, aku dapat lisensi mengajar. Cita-citaku jadi guru tercapai. Guru electone.
Aku sudah menikmati uang hasil keringatku sendiri sejak Sekolah Menengah Atas. Punya murid 'spesial' semua. Dari tujuh yang 'waras' cuma dua orang. Kalau di ingat aku suka tertawa sendiri.
Satu muridku seorang ibu muda yang suka bicara. Jari-jarinya sudah kaku memegang tuts. Dia sadar tidak berbakat, tapi di paksa suaminya. Tahu apa yang terjadi? Aku di ajak nge-mall tiap jadwal les. Nongkrong di cafe trus pulang. Tapi tetap di bayar.
Murid yang kedua, ibu muda juga, jari-jarinya lentik dan cukup berbakat, dia penjahit handal. Waktu 2 jam tak pernah cukup. Selalu minta khusus 3-4 jam.
Tahu kenapa? Dia sedang getol belajar masak, dan aku selalu di masakkan dan diajak makan bareng tiap jadwal les.
Suaminya membayarku lebih karena ulah istrinya itu. Mereka belum punya anak memang, jadi makan bersama itu membayangkan aku sebagai anak mereka.
Murid ke tiga, anak lelaki satu-satunya dari 4 bersaudara. Sangat di manja oleh orangtua dan kakek neneknya.
Jika les, dia agak susah menangkap not balok yang ku ajarkan. Maunya pakai not angka, tapi aku tolak.
Les cuma setengah jam, selebihnya, mereka minta aku 'konser tunggal' disana.
Dan aku di bayar dobel untuk itu.
Murid ke empat, ibu muda yang pintar dan berbakat, tapi tak mau di atur. Aku yang di atur harus belajar buku berapa dan lagu apa. Karena aku masih imut.
Spesial bukan !?
Beruntung aku bisa menerima semua ulah 'spesial' murid-muridku. Sudah terbiasa lihat orang nyeleneh.
Guruku adalah orang yang hatinya bersih. Lucu dan juga disiplin. Punya kebiasaan yang unik. Beliau sudah seperti ayah bagiku.
Terakhir bertemu setahun sebelum beliau meninggal. Masih lucu dengan spontanitasnya. Royalti lagunya tak di bayarpun dia tak pernah menuntut. Bersahaja hingga akhir hayatnya.
Disamping memberi les pada murid-muridku yang super tadi, aku juga sudah berani berjualan ensiklopedia.
Kulakukan untuk dapat beli ensiklopedia.
Sepulang sekolah sudah berangkat ke perumahan dosen. Nekat aja.
Dan karena aku masih sekolah sudah mau bekerja, lancar saja penjualanku. Bisa jadi mereka 'kagum', atau juga 'kasihan'. Karena masih sekolah sudah mau berjualan atau bekerja.
Akhirnya Ensiklopedia pertamapun kumiliki dan itu adalah hasil kristalisasi keringatku sendiri.*meminjam istilah Tukul.
Hubunganku dengan murid-muridku terputus saat aku pindah ke ibukota.
Dua dari mereka telah tiada. Salah satunya adalah murid lakiku satu-satunya yang meninggal karena kecelakaan.
Pernah bertemu yang lain saat di Mall, duh aku dipeluk erat. Diajak makan dan diberi kenang-kenangan sebuah gelang giok.
Sungguh, jadi guru itu mengasyikkan. Terlebih bila punya murid-murid yang 'spesial'.
82-2017
Comments
Post a Comment