Menantuku



Setiap ada pertemuan di cafe hotel, aku suka duduk sendiri di tempat yang tak terlalu ramai dan tak banyak tersorot lampu.

Malam itu di sebuah sudut tak jauh dari tempat aku duduk, dua orang lelaki asik berbicara.

"Jadi kamu akhirnya nikah sama Janda?"
"Ya begitulah. Langsung dapat bonus satu anak juga"

"Bagaimana reaksi ibumu?"
"Itulah yang mengejutkan. Ibu menerimanya tanpa tapi"

"Wow, ga banyak lo ibu yang seperti itu."
"Ibuku sudah meihat sendiri kok. Anak gadis yang mendekatiku cuma menguras isi kantungku. Yang sudah kerja duh mentang-mentangnya hingga jual mahal. Aku ilfeel aja. Sementara istriku ini mandiri dan dewasa. Ga ribet lah. Aku jadi enak kerja, semangat "

"Ada benarnya kamu. Istriku cantik tapi manja nya minta ampun. Diajari mama apapun ujungnya berantem. Aku pertama ya gimana. Setelah tahu, ya tetap bela ibuku. Karena bagaimanapun dari awal sudah kukatakan bila ibu tanggung jawabku"
Mereka tersenyum ...

"Lalu gimana istrimu sekarang?"
"Pulang ke orangtuanya. Sudah dua minggu. Kubiarkan saja, biar ga tambah manja. Mertua telpon minta aku jemput dia. Ku jawab, dia keluar sendiri kenapa ga pulang sendiri. Aku ga mau ikutin lagi permainan mereka"

"Wuih, sudah berani tegas kau sekarang.. alhamdulillah"

Aku nyengir dengar pembicaraan mereka. Ingat anak dan menantuku.

Aku bukan type ibu yang suka banyak bicara pada anak yang sudah dewasa. Adakalanya aku menunggu pertanyaan mereka kadang-kadang.

Pernah kedua jagoan yang sudah jelang dewasa ngobrol  tentang calon istri. Yang satu bilang..
"Kalau aku cari yang kayak mama. Yang tinggi badannya dan tetap langsing punya anak berapapun, penuh semangat, ga terkalahkan oleh segala keadaan. Yang utama mama itu teguh dalam prinsip. Walau juteknya top "

Wuss...! Cari meteran ngukur kepala dulu! ..istighfar lagi!
Di puji anak diam-diam itu sesuatu banget.

Hingga suatu hari aku di perkenalkan seorang gadis.
Tinggi, well educated, dan sama juteknya denganku!
Tanpa pacaran. Anakku hanya kenal, lalu bertemu, istikharah dan...minta aku melamarnya !

Aku nyungsep bersyukur pada Allah. Sulungku terlindungi masa mudanya dari hal yang dilarang agama seperti pacaran.
Menantuku, perempuan yang tak bisa diam. Selalu ingin tahu dan bisa apa saja. Tapi dia tahu batasannya.

Karirnya bagus, berprestasi hingga sering dapat reward ke luar negeri. Sangat mandiri.

Tapi dia tahu, karir terbaik perempuan adalah bersama suaminya. Alhamdulillah. Tanpa ada yang meminta apalagi memaksa, dia mengundurkan diri dan mendampingi suami untuk memperjuangkan rumah tangganya yang baru seumur jagung.

Dia mulai belajar memasak, berjibaku ke pasar tradisional. Membersihkan rumah dsb. Diapun belajar IT dari anakku, suaminya.

Tak ada waktu untuk bengong. Dia bisa apa saja. Memperbaiki apapun dia trampil. Bahkan dia bisa betulin mesin printer. Aku mesam-mesem saja. Kakakku memujinya sebagai perempuan serba bisa.


Aku juga bukan type orang tua yang suka ikut campur urusan Rumah Tangga anak. Jadi aku biarkan mereka menciptakan nilai keluarga mereka sendiri.


Dari dulu, aku tak punya cita-cita merepotkan anak-anakku juga. Itulah kenapa aku tak pernah mau menginap dirumah mereka. Mampir sebentar dan seperlunya.


Sekarang mereka sedang asik bahu membahu mengasuh si kecil buah hatinya. Anakku kudidik untuk menghormati perempuan. Tak ada istilah pekerjaan lelaki atau perempuan.


Anakku kadang juga memandikan bayinya, atau bantu mencuci baju dsb. Menantuku bilang, saya beruntung punya suami seperti mas. Aku senyum saja.


Tetap dalam hatiku bilang,lu macam-macam emak galak nih turun tangan.
Tetap aku ini seorang ibu. Yang punya kecenderungan melindungi anaknya.



89-2017

Comments

Popular Posts