Taman-taman Di Kota Malang
Jalan-jalan itu tak harus jauh bukan?.
Bukan soal tujuannya, yang terpenting adalah kita mendapat kesenangan dan merasa segar kembali saat pulang.
Begitupun yang kulakukan.
Pagi sekali aku pergi berkeliling sekitar kota Malang. Melihat hal-hal yang suka luput dari perhatian. Yaitu taman kota.
Cukup banyak taman ataupun ruang publik di kota ini. Dan hampir semua cukup tertata rapi dan indah.
Dibangun dari hasil CSR (Corporate Social Responsibility).
Jadi tak perlu heran bila kursi atau papan namanya ada tulisan 'sponsor' alias nama perusahaan.
Ada perusahaan lokal, pun ada yang multinasional. Semua tampak berlomba membuat yang terbaik.
Yang pertama kukunjungi adalah Simpang Balapan. Sebuah taman dengan patung pahlawan dari Malang*lupa namanya.
Sejuk dan banyak yang memanfaatkan untuk jalan sehat ataupun berlari-lari kecil.
Tak begitu ramai, bunga-bunga tumbuh subur dan terawat. Malah patungnya yang kurang terawat.
Beberapa kali berpapasan dengan orang lain, mereka yang tahu aku sedang mengambil gambar, menyapa penuh canda...
"Foto terus bu biar happy"
"Iya, karena happy itu bikin sehat,Pak," jawabku santai.
Maklum, aku kan 'ndeso'. Jadi di tamanpun berfoto ria. Tetap bangga kok jadi orang ndeso. Hihihi...
Aku tak begitu terganggu dengan sapaan-sapaan yang kuanggap sebagai simbol keakraban warga. Mengambil foto tanpa beban walau banyak yang berlalu lalang.
Dari Taman Simpang Balapan, aku melanjutkan perjalanan menuju Hutan Kota Malabar.
Namanya hutan kota, tentu banyak tanaman hutan. Ada sengon, ada pula pohon mentega dan lain-lain. Di setiap pohon, diberi tulisan nama dan nama latinnya, serta kegunaan tanaman tersebut yang dikenal di kehidupan sehari-hari.
Sangat cocok untuk belajar biologi. Hawanya masih cukup segar pagi itu. Aku berkeliling sebentar sampai di luarnya.
CSR dari perusahaan Jepang.
Seperti biasa terjadi, perawatannya kurang karena mungkin di'anggap' hutan kecil.
Di luarnya apa lagi. Beberapa orang yang duduk disana tanpa risih meninggalkan kotak bekas makanan dan minuman begitu saja, walau sudah ada tong sampah dimana-mana.
Di sebelah kanan pintu masuk, banyak terparkir mobil-mobil. Awalnya aku mengira pengunjung hutan Malabar, ternyata ada pasar modern di sana. Di mana ada pintu masuk dan keluarnya masing-masing dan cukup bersih seperti swalayan.
Maklum, sekali lagi aku masih ndeso tentang Malang, jadi baru tahu kalau ada pasar tradisional 'modern' juga di sini.
Ndeso pol dah.
Sebelum mengunjungi Taman Simpang Balapan, sebenarnya aku mengunjungi Taman Kunang-kunang di Jalan Jakarta, tapi fotonya masih 'nyasar' ke Jakarta jadi belum bisa cerita.
Sesudah mengunjungi Taman Simpang Balapan di jalan Ijen, dan Hutan Kota Malabar di jalan Buring, perjalananku berlanjut ke Taman Slamet di Jalan Taman Slamet.
Sebuah pemukiman yang cukup tenang. Taman terletak di tengah-tengah pemukiman tersebut.
Hasil CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan rokok yang dulu iklannya dinyanyikan oleh penyanyi legendaris Amerika, Andy Williams.
Kalian yang masih muda pasti banyak yang tidak mengenal seorang Andy Williams. Suaranya top abis dah enaknya.
*kok ngelantur bicara penyanyi. Yaaa, maklum sekali lagi...wong ndeso.
Taman ini sedikit futuristik. Bersih dan tertata rapi. Nyaman sekali. Ada tempat parkir untuk sepeda ontel, istilah wong ndeso untuk sepeda biasa, di setiap ujung taman.
Bangku juga tertata rapi, tak terkesan dipaksakan sedikitpun. Saat aku kesana ada pertemuan rombongan haji dari biro haji An-Nahl. Berolah raga bersama. Mungkin alumninya.
Banyak bikers juga istirahat di sana. *Wuih wong ndeso tahu istilah bikers.
Taman ini juga berdekatan dengan Rumah Sakit Ibu dan Anak dengan istilah galeri kelahiran yang sedang 'under construction'.. kata wong ndeso, didandani.
Setelah puas di Taman Slamet, perjalananpun berlanjut ke tempat yang sedikit mengejutkanku dan menurutku taman yang terindah dari yang lain. Yaitu The Shalimar.
Terletak di depan Shalimar Boutique Hotel. Dulunya hotel ini bernama Hotel Graha Cakra.
Taman yang di hiasi labirin indah, dan di tengahnya ada Gramofon besar kuno. Dari gramofon ini lagu-lagu lawas dan klasik Indonesia diputar.
Ada lagu daerah juga lagu 'Terang Bulan' yang sempat dinyanyikan Reza Rahadian di film Hos Tjokroaminoto.
🎼.. terang bulan..terang bulan di sawah..
Suasana sepi dan tenang jadi mendukung nikmatnya lagu jadul berkumandang.
Betah sekali aku berlama-lama di sini walau tak ada kursi satupun.
Bisa dipahami bila tak ada kursi, labirin di taman bisa rusak dan dipenuhi sampah bekas makanan. Tak perlu membantah bila orang kita susah tertib pada peraturan. Hobi membawa makanan tapi malas buang sampah.
Kata wong ndeso, kemproh!.
Menata dan merawat taman labirin ini tak mudah, begitu penuturan pihak hotel. Mereka, security hotel sangat 'ketat' memperhatikan pengunjung taman.
Taman yang indah, klasik plus romantis. Sekali ini, menurutku, The Shalimar taman yang terindah di kota ini.
Setelah puas, tujuan berikutnya tentu saja Taman di Jalan Besar Ijen. Kawasan elite di Malang sejak dulu hingga sekarang. Kawasan Mentengnya kota Malang.
Hanya orang borjuis yang mampu beli rumah di sini. Kavling rumah yang besar dengan taman luas. Yang mempunyai batas sempadan pagar ke jalan raya sepanjang 8 meter. Jika bukan pemukiman istimewa, tak ada yang punya batas sempadan pagar sepanjang itu.
Katanya kata, minimal punya kocek 15 M untuk bisa beli rumah di sini. Minimal lo ya!
Taman yang terletak di sepanjang tengah jalan besar Ijen ini tertata rapi dan bersih. Lampupun terkondisikan nyala semua. Karena rutin diganti bohlamnya dan diawasi.
Rumah dinas walikota, kepala cabang bank, Kapolres ada disana semua.
Jalan besar Ijen masih merupakan salah satu kawasan konservasi budaya yang masih di pertahankan hingga sekarang.
Di kawasan ini fungsi rumah tinggal tak boleh diubah. Harus tetap sebagai rumah tinggal, dan bentuk bangunan aslinya tidak boleh diubah, khususnya bentuk atapnya.
Tidak seperti di jalan ijen bagian utara yang sudah banyak berubah fungsi jadi restaurant, minimarket hingga apotek.
Jadi memang wajar bila taman di kawasan spesial ini terawat baik.
Dari perjalanan kali ini, harusnya dana CSR di daerah manapun bisa untuk membangun ruang publik yang indah seperti di kota ini.
Bukan hanya indah, namun juga jadi kawasan edukasi dan paru-paru kota(hutan) yang mengurangi dampak polusi udara.
Akhirnya wong ndeso harus pulang setelah puas berkeliling ke taman-taman kota Malang.
Omarina - 96
Comments
Post a Comment