Penangkap Peluang
Kemanapun aku pergi, aku suka sekali mengamati keadaan sekitarku. Dan kemanapun aku pergi selalu membawa buku dan pena, yang sekarang sudah digantikan oleh tab.
Seperti cerita pemulung yang tak melihatku mengamatinya sambil duduk dibelakang kemudi dan parkir di tempat paling ujung beberapa waktu lalu.
Kali ini, aku mengamati sekelompok anak-anak muda, tepatnya sih mahasiswa. Dua malam berturut-turut aku duduk di pojok sebuah 'cafe' yang terletak diatas sebuah minimarket.
Ada tulisan no food/drink from outside di titik masuk disitu.
Kuperhatikan sekeliling. Ada sekitar 25 meja berbentuk kotak kecil dan bergambar ice cream, juga kurang lebih ada 60 kursi.
Ada 2 pendingin ruangan, charging station sekitar 8 kotak, toilet pria dan wanita plus wastafel yang sayangnya krannya mati, juga ada mesin ATM.
Musik 'gaul' mengalun tanpa henti. Diselingi canda tawa kecil para pengunjung yang 99% pelajar.
Para pelajar itu hampir semua membawa laptop dengan merk yang cukup berkelas dan buku diktat yang tebal-tebal. Ada yang diskusi bersama, ada yang diam memakai headset menulis sembari membaca diktat tebal yang digeber di mejanya.
Di masing-masing meja ada botol minuman dari air mineral hingga softdrink plus cemilannya, namun ada juga yang makan makanan siap saji(yang dihangatkan di microwave saja) yang memang dijual disitu.
Masing-masing asik dengan kegiatannya. Tak ada yang saling mengganggu atau merasa terganggu.
Akupun mencoba cari tahu kenapa mereka betah belajar ditempat yang lumayan gaduh*menurutku.
Tentunya dengan bertanya pada mereka.
Mereka dengan 'lancar' menjawab detail...
- Disini wifi-nya kenceng, Bu.*jawaban no.1 serentak!
-Tempatnya nyaman dan mudah ditemukan jadi kalau janjian dengan teman ga ribet.
- Makanannya lumayan enak
- ga pusing bawa uang cash karena ada ATM
- cukup aman karena dekat polsek plus depan PMK*hubungannya dengan PMK apa ya?
- Bebas mau duduk selama apapun yang penting sudah 'beli' free wifinya dengan struk pembelian dari minimarket dibawah senilai Rp 25.000,-
- pegawainya juga ga resek
*salah satu pegawainya rutin ke atas tiap jam 'mengawasi' tanpa bicara.
Hmmm....
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan mereka.
Lalu aku coba-coba berhitung tentang penghasilan minimarket yang dibawah namanya tertulis corporate University dan where friends meet ini.
Ada 60 kursi di lantai satu, 6 kursi di lantai dasar, dan 40 kursi disamping luar minimarket. Total kurang lebih ada 106 kursi. Bila masing-masing belanja untuk mendapat wifi sepuasnya @Rp 25.000. Maka dalam sehari saja minimal pendapatannya kurang lebih Rp 2.650.000,-
Padahal yang kuperhatikan, tiap kali ada yang selesai dan pergi tak lama kemudian ada yang datang menggantikan.
Ada juga penjualan 'Nasi sedap' dengan varian beef teriyaki, chicken teriyaki, ayam suwir, ayam bumbu Bali yang masing-masing di bandrol Rp 25.000 di sana.
Aku juga sempat mampir disebuah cafe yang terletak tepat disamping kiri minimarket itu.
Cafe bernuansa broken white dengan sukulen sebagai penghias utamanya disetiap meja. Namun sepi pengunjung. Tempatnya pun nyaman, hanya wifinya tidak sekencang di sebelah, bahkan wi-fi sebelah masih kencang sinyalnya di tempat itu.
Konsepnya mirip. Ada ruang khusus pelajar di lantai atas. Toiletnya universal alias cuma satu dan kurang terawat baik. Yang paling menyolok adalah soal harga makanan dan minumannya yang dibandrol paling murah Rp 22.000,- untuk satu scoop ice cream, secangkir kopi atau coklat hangat Rp 40.000 - 45.000,-
*pantesan sepi dari kunjungan pelajar. Pun kalangan umum. Karena tempat dan lokasinya ga seimbang dengan harga yang dipatok.
Sepertinya lebih pintar pemilik minimarket plus cafe pelajar dalam menangkap peluang juga konsepnya. Pangsa pasarnya jelas yaitu mahasiswa yang pastinya uangnya lebih banyak dari anak SMA atau SMP.
Ditambah di daerah itu memang dikelilingi oleh beberapa universitas swasta yang cukup terkenal.
Jadi memang benar adanya, yang pinter menangkap peluang dialah pemenang.
87-2017
Seperti cerita pemulung yang tak melihatku mengamatinya sambil duduk dibelakang kemudi dan parkir di tempat paling ujung beberapa waktu lalu.
Kali ini, aku mengamati sekelompok anak-anak muda, tepatnya sih mahasiswa. Dua malam berturut-turut aku duduk di pojok sebuah 'cafe' yang terletak diatas sebuah minimarket.
Ada tulisan no food/drink from outside di titik masuk disitu.
Kuperhatikan sekeliling. Ada sekitar 25 meja berbentuk kotak kecil dan bergambar ice cream, juga kurang lebih ada 60 kursi.
Ada 2 pendingin ruangan, charging station sekitar 8 kotak, toilet pria dan wanita plus wastafel yang sayangnya krannya mati, juga ada mesin ATM.
Musik 'gaul' mengalun tanpa henti. Diselingi canda tawa kecil para pengunjung yang 99% pelajar.
Para pelajar itu hampir semua membawa laptop dengan merk yang cukup berkelas dan buku diktat yang tebal-tebal. Ada yang diskusi bersama, ada yang diam memakai headset menulis sembari membaca diktat tebal yang digeber di mejanya.
Di masing-masing meja ada botol minuman dari air mineral hingga softdrink plus cemilannya, namun ada juga yang makan makanan siap saji(yang dihangatkan di microwave saja) yang memang dijual disitu.
Masing-masing asik dengan kegiatannya. Tak ada yang saling mengganggu atau merasa terganggu.
Akupun mencoba cari tahu kenapa mereka betah belajar ditempat yang lumayan gaduh*menurutku.
Tentunya dengan bertanya pada mereka.
Mereka dengan 'lancar' menjawab detail...
- Disini wifi-nya kenceng, Bu.*jawaban no.1 serentak!
-Tempatnya nyaman dan mudah ditemukan jadi kalau janjian dengan teman ga ribet.
- Makanannya lumayan enak
- ga pusing bawa uang cash karena ada ATM
- cukup aman karena dekat polsek plus depan PMK*hubungannya dengan PMK apa ya?
- Bebas mau duduk selama apapun yang penting sudah 'beli' free wifinya dengan struk pembelian dari minimarket dibawah senilai Rp 25.000,-
- pegawainya juga ga resek
*salah satu pegawainya rutin ke atas tiap jam 'mengawasi' tanpa bicara.
Hmmm....
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan mereka.
Lalu aku coba-coba berhitung tentang penghasilan minimarket yang dibawah namanya tertulis corporate University dan where friends meet ini.
Ada 60 kursi di lantai satu, 6 kursi di lantai dasar, dan 40 kursi disamping luar minimarket. Total kurang lebih ada 106 kursi. Bila masing-masing belanja untuk mendapat wifi sepuasnya @Rp 25.000. Maka dalam sehari saja minimal pendapatannya kurang lebih Rp 2.650.000,-
Padahal yang kuperhatikan, tiap kali ada yang selesai dan pergi tak lama kemudian ada yang datang menggantikan.
Ada juga penjualan 'Nasi sedap' dengan varian beef teriyaki, chicken teriyaki, ayam suwir, ayam bumbu Bali yang masing-masing di bandrol Rp 25.000 di sana.
Aku juga sempat mampir disebuah cafe yang terletak tepat disamping kiri minimarket itu.
Cafe bernuansa broken white dengan sukulen sebagai penghias utamanya disetiap meja. Namun sepi pengunjung. Tempatnya pun nyaman, hanya wifinya tidak sekencang di sebelah, bahkan wi-fi sebelah masih kencang sinyalnya di tempat itu.
Konsepnya mirip. Ada ruang khusus pelajar di lantai atas. Toiletnya universal alias cuma satu dan kurang terawat baik. Yang paling menyolok adalah soal harga makanan dan minumannya yang dibandrol paling murah Rp 22.000,- untuk satu scoop ice cream, secangkir kopi atau coklat hangat Rp 40.000 - 45.000,-
*pantesan sepi dari kunjungan pelajar. Pun kalangan umum. Karena tempat dan lokasinya ga seimbang dengan harga yang dipatok.
Sepertinya lebih pintar pemilik minimarket plus cafe pelajar dalam menangkap peluang juga konsepnya. Pangsa pasarnya jelas yaitu mahasiswa yang pastinya uangnya lebih banyak dari anak SMA atau SMP.
Ditambah di daerah itu memang dikelilingi oleh beberapa universitas swasta yang cukup terkenal.
Jadi memang benar adanya, yang pinter menangkap peluang dialah pemenang.
87-2017
Comments
Post a Comment