Jejakmu
Pagi ini, masih dari jendela yang sama aku melihat geliat kotaku. Seperti memutar ulang segala hal yang pernah kujalani di sini.
Tempat ini begitu akrab dengan 'hatiku'. Yang pernah tercuri oleh seseorang. Dia laksana anugerah namun juga ujian buatku. Bila saja Allah tak meneguhkanku, bisa jadi aku tak lagi menjadi seperti saat ini.
Kukatakan anugerah, karena melalui kata-kata sederhana yang pernah dia ucapkan padaku menjadi titik balik kehidupanku yang sedang di ambang kehancuran.
Dia lelaki dari dua masaku. Ada jalan luas yang terbentang, namun tak jua kami temukan titiknya. Berjalan dalam lingkar mimpi yang akhirnya harus kuakhiri.
Ya. Tanpa keraguan kuakhiri tanpa ucapan selamat tinggal.
Teringat begitu jelasnya, betapa kemarahannya terbakar hebat.
"Kamu tidak adil padaku!" Teriak hatimu padaku.
Aku jawab dengan diamku.
Karena aku tahu, tak guna segala dalihku pada hatimu yang meradang.
Kau terus berteriak...menuntut keadilan itu. Yang di akhirnya membuat satu kesadaran baruku, bahwa pada asa yang buta, selalu ada virus yang mematikan nalar.
Kuputuskan untuk tak menjejak di sini beberapa waktu. Aku sadar, tanpa keberanian memilih dan mempertahankan pilihan, hidup ini tak lagi bisa berjalan dalam cahaya.
Hingga batas itu kulalui dalam senyum yang kusamarkan. Aku kembali.
Bukan untuk menggali kubur memoriku.
Aku kembali untuk membuka jalan baru.
Ujianpun tiba. Tanpa harus di rencana apalagi di umumkan. Saat kau di hadirkan kembali. Dengan segala kilau yang indah.
Kembali senyumku tersungging tanpa suara. Menatapmu tanpa kututup mataku.
Aku selalu percaya, bahwa ujian datang untuk menguatkan. Untuk naik kelas.
Kilaumu meredup sendiri. Lalu perlahan menghilang dalam rinai hujanmu. Bukan rinaiku.
"Harus kuakui, kaulah hal terbaik yang pernah terjadi di hidupku. Tak tergantikan, tak termakan waktu. Rasaku tak pernah hilang sampai kapanpun." Bisikmu tanpa ragu dalam perjalanan kembalimu.
Kebenaran tak pernah terkalahkan. Walau pembuktiannya butuh perjalanan yang cukup melelahkan.
Lewat jendela ini kutitip embun hatiku. Kutiupkan cakap hatiku yang terdalam, bahwa kaupun tak pernah kulupakan.
Jejakmu tertancap dalam di ribuan cerita suka, duka, tangis juga tawaku.
Surabaya, 0517
79- 2017
Comments
Post a Comment