Bani H.Ridwan, 11 Tahun Sudah
Awalnya, kami cuma ingin menyambung rasa, dari kepenatan kewajiban selama setahun.
Terlebih ayah kami yang jadi sentral segalanya telah tiada sejak 15 Februari 2005.
Berkumpul, saling bertanya, saling bercerita juga saling berbagi tawa seperti biasanya. Tanpa banyak kesulitan, akhirnya kami menyepakati pertemuan tahunan di setiap lebaran hari kedua atau ketiga.
Tempat pertemuan diputuskan untuk bergantian agar kami saling tahu tempat tinggal satu sama lain.
Tak perlu ada basa-basi, apalagi ributkan atribut jabatan yang pasti juga kan berlalu.
Kami ini putra-putrinya ayah, yang hanya ingin terus hidupkan aliran 'darah' yang sama yang mengalir di tubuh kami.
Awalnya kami bertujuh, 3 lelaki, 4 perempuan. Namun sekarang tinggal berenam setelah putri kedua Ayah berpulang karena kanker.
Kami tahu dan sadar, semua akhirnya adalah tentang datang dan pergi.
Melepaskan juga mendapatkan.
Dari tujuh anak, enam diantaranya yang sudah menikah memberi ayah 21 cucu, yang bisa saja terus bertambah. Dan dari 21, tinggal 20 karena cucu kedua ayah juga telah pergi untuk selamanya. Hingga sekarang sedang bertumbuh 23 cicit ayah kami.
Kami ingin semua dekat dan peduli satu sama lain. Agar kelak terus lanjutkan apa yang telah kami mulai. Bahwa nanti kami juga pasti pergi.
Namun ikatan darah tak boleh berhenti.
Apalagi hanya berkelompok sendiri.
Darah yang tak di alirkan, pasti berujung jadi penyakit.
Sebagaimana persaudaraan yang tak di jaga dengan saling peduli, ujungnyapun akan jadi penyakit.
Kami berkumpul berbagi rasa, bukan untuk pamerkan apapun. Terlebih untuk berbasa-basi.
Semoga ayah kami terkasih rahimahullah ikut tersenyum di sana melihat anak-menantu, cucu dan cicitnya masih terus menjaga aliran darahnya.
Ponorogo, 27 Juni 2017
83
Comments
Post a Comment