Terus Berjalan
Bagi sebagian orang, bepergian lebih menyenangkan membawa mobil pribadi. Bisa menyimpan 'bawaan/bekal' di mobilnya.
Bagiku, naik apapun tak masalah selama badan diberi kesehatan.
Dalam sepuluh hari terakhir ini, hampir tiap hari 'kluyuran' dengan kendaraan umum.
Mengingat masa muda dulu (padahal masih merasa muda sih sampai sekarang*ehm!), dimana ada keinginan pergi langsung berangkat walau harus tidur di selasar kapal laut.
Jiwa bonek(bondo nekad) itu masih ada. Alhamdulillah walau puasa jalan terus tak halangi hasrat kluyuran itu sama sekali.
Kepanasan, kedinginan juga kehujanan kualami. Sampai rumah persis kucing yang habis kecebur sungai. Orang Jawa bilang 'kluncum'.
Hidung sempat sakit akibat banyak kena debu. Tapi alhamdulillah, Allah memberi cara pemulihan cepat.
Anak-anak memutuskan liburan masing-masing hingga aku di rumah sendiri. Lebaranpun sepertinya sendiri. Sedih? Tak perlu.
Pada akhirnya semua juga begini, saat anak-anak punya kehidupan sendiri.
Aku tak bermain terlalu jauh memang dari Malang. Tapi rasa ingin tahuku akan perkembangan pariwisata juga sejarah membuatku melakukannya.
Rasanya rugi bila setiap perjalanan tak ditulis. Jadi kemanapun gawai siap untuk menyimpan 'cerita', juga foto. Kacamata, mukenah dan handuk kecilpun siap di tas ranselku. Sneaker yang ternyaman untuk berjalan jauh.
Begitulah... start dari pagi, pulang terkadang saat jelang tarawih.
Banyak sekali yang kudapat dari perjalanan kali ini. Banyak kemudahan juga. Bertemu dengan tokoh 'pelestari' budaya, perempuan pejuang pelopor keripik khas, juga 'selebritis' muda pecinta sejarah Jawa dengan pengetahuannya yang sangat mumpuni.
Alhamdulillah semua bertemu langsung tanpa janjian! Allah yang memberikan kemudahan semua ini.
Padahal banyak yang cukup sulit bertemu mereka.
Alhamdulillah lagi, mereka menerimaku dengan penuh kehangatan layaknya bertemu keluarga sendiri. Hingga di ijinkan masuk dan melihat ruangan yang sangat 'sakral' dan pribadi. Padahal penampilanku tak pernah rapi jali. Selalu apa adanya.
Bertemu orang baru bagiku seperti mendapat buku baru. Cara kita membacanya berbeda-beda. Orang-orang inspiratif inipun bukan type pesolek. Merekapun sangat sederhana dibalik segala prestasinya.
Dari tempat wisata, menguji adrenalin hingga mengelus hewan. Semua punya cerita menarik.
Terlebih saat diperjalanan menuju perkebunan teh tua. Banyak pemandangan sejarah menawan yang punya 'cerita' masing-masing. Pun saat aku menolak masuk ke sebuah situs yang sangat kotor.
Ada pula sedikit kekecewaan juga pada sebuah hotel bersejarah yang sekarang seperti 'kehilangan identitas'nya. Saat sang manager bercerita alasannya, aku tetap tak puas. Aku katakan, pendapatan hotel ini tak sebanding dengan kehilangan 'sejarah'nya. Dia diam.
Ruangan demi ruangan barunya, semua seperti tanpa 'nyawa' lagi. Tak bersinergi dengan bangunan aslinya yang sangat indah dan penuh cerita.
Aku keluar dengan mengelus dada. Salah besar bila mereka mengatakan bahwa sejarah tak punya nilai lagi.
Bisa kupahami karena sang manager masih seusia anakku. Plus memang jarang generasi sekarang yang suka, apa lagi menghargai sejarah.
Hotel ini satu-satunya yang bikin sesak dadaku.
Aku pulang. Sebelum esoknya aku berjalan lagi. Menelusuri sudut-sudut kecil yang banyak tak dilihat lagi.
Seperti sebuah sudut kecil di tengah kawasan elite tempat para komunitas catur berkumpul dan saling beradu.
Mereka senang dikunjungi Oma Rina ternyata. Karena di sana rata-rata sudah opa-opa pengunjungnya. Hihihi...
Kuajak berbicara ringan, padahal berisi kekepoanku.
Ah... benar kata seseorang, "Bepergianlah, kau akan mendapatkan banyak hal dari yang kau tinggalkan"
Ya.. aku merasakan itu. Mendapatkan banyak hal yang luar biasa daripada dirumah sendirian merutuk keadaan.
Alhamdulillah.
70-2017
Comments
Post a Comment