Hati-hati! Kamu yang Terlalu Menggandrungi Media Sosial, Jangan-jangan Terindikasi Sindrom FOMO

Nur Rina Chairani - Sabila J. Firda 
05 November 2017



Bernas.id - Setiap zaman dengan beragam datangnya teknologi yang baru atau apapun yang menjadi tren selalu membawa dampak dua sisi, yaitu baik dan buruk. Dan semuanya akan nampak seiring berjalannya waktu. Begitupun dengan media sosial yang telah begitu akrab bagi banyak orang saat ini. Banyak yang mulai menampakkan gejala penyakit yang disebut syndrome FOMO (Fear Of Missing Out) atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai sindrom ketakutan akan ketertinggalan Informasi.
Anita Sanz, seorang psikolog klinis, mengatakan FOMO ini dipicu oleh keberadaan media sosial. Keberagaman dan kecepatan informasi yang dibawa media sosial mampu membuat orang merasa takut, khawatir, gelisah, kalau-kalau dia sampai kurang mengikuti perkembangan zaman.
Banyak sekali gejala sindrom ini, namun bisa dirangkum dalam 3 gejala besar yang paling sering nampak pada sang penderita, yang kebanyakan tak menyadari bahwa dia sudah menderita sindrom ini.
1. Biasanya orang yang terkena sindrom ini memilih hidup dalam kebohongan di media sosialnya, kata lainnya adalah pencitraan. Jauh dari kenyataan kehidupannya sehari-hari. Semua berkaitan dengan masing-masing tujuannya.
Orang dengan sindrom FOMO ini lebih memilih untuk menampilkan kehidupan mereka yang terlihat mengikuti tren di media sosial. Misalnya saat sedang marak liburan ke luar negeri, maka orang yang sebetulnya tidak mampu akan tetap berusaha mengikuti tren tersebut.
Caranya? Banyak yang memilih untuk berhutang atau bahkan berbohong. Kondisi ini sesuai survei dari LearnVest, perusahaan perencanaan keuangan AS, yang menyatakan lebih dari 56% generasi millennial mengakui alasan mereka memasang foto sedang makan atau mengunjungi tempat yang lebih mahal di media sosial, untuk membuat mereka tampak lebih disukai dan menciptakan kecemburuan sosial.
Playinga a victims, memerankan diri sebagai korban. Mencoba meraih simpati dan mengakui ketabahannya adalah tujuannya. Dan tentu masih banyak yang lainnya.
2. Pengidap syndrome FOMO memiliki obsesi yang berlebihan pada like, love, atau comment. Mereka khawatir bahkan akan merasa bersalah jika terlalu lama ‘absen’ dari media sosial dan akan di lupakan.
Penelitian dari University of California Los Angeles menyatakan, perasaan seseorang yang senang melihat notifikasi media sosialnya, sama dengan perasaan seseorang yang makan makanan kesukaannya, atau seseorang yang memenangkan hadiah undian.
Bagi mereka like, love dan comment yang banyak adalah prestasi dan prestise, yang membuat mereka jadi begitu ketagihan jika tak membuat status, ataupun mengunggah fotonya. Status alay, atau status live aktifitas kehidupan sehari-harinya adalah ciri yang paling mudah dikenali
3. It’s all about KEPO.
Ya, kepo sebenarnya adalah singkatan dari Knowing Every Particular Object, yang artinya mengetahui setiap detail objek. Dalam hal ini segala informasi di dunia maya atau media sosial. Karena mereka memiliki ketakutan tertinggal informasi, salah satu yang pasti mereka lakukan adalah kepo. Orang dengan sindrom FOMO akan melakukan segala cara untuk tetap up to date.
Dalam kadar sedang, kepo tak akan jadi masalah, namun pengidap sindrom FOMO tak lagi tahu batasan itu. Selain bisa memupuk rasa iri, kepo juga menandakan orang tersebut sebenarnya tidak bahagia, selalu cemas, karena tak pernah berhenti membandingkan kehidupannya dengan orang lain.

Nah, sekarang silakan periksa diri masing-masing, apakah sudah terkena sindrom FOMO atau tidak. Berani mengakui lebih baik karena bisa mencari kesembuhan. Bila masih tak merasa, ya berarti telah benar-benar terkena sindrom FOMO.

Comments

Popular Posts