Semua Kita Adalah Murid, Semua Kita Adalah Guru
Nur Rina Chairani - Dian Yuni Pratiwi
25 November 2017
25 November 2017
Bernas.id - Kita semua yang masih bernapas tinggal di sekolah terbesar dengan ilmu yang tak terbatas, yaitu sekolah kehidupan. Di sini, kita semua adalah murid, juga ada kalanya menjadi guru. Berbagi tugas hingga kita dipanggil Sang Pemilik Segalanya.
Sebagai murid, tentu ada yang cepat menangkap pelajaran yang diberikan guru. Ada yang lambat dan juga ada yang diantaranya. Sebagai guru pun, tentu ada yang pintar menyampaikan segala materi. Ada juga yang kurang jelas, bahkan ada yang penjelasannya hanya mampu ditangkap sedikit oleh murid.
Sebagai murid, tentu ada yang cepat naik kelas dan mampu melanjutkan hingga di level yang sangat tinggi. Namun, juga ada yang sudah merasa cukup dengan selesai di kelas tertentu saja. Begitupun sebagai guru, ada yang terus belajar, tetapi juga ada yang merasa cukup berada di kelasnya saat ini.
Belajar, dan terus belajar dari dalam kandungan ibu hingga ke liang lahat adalah kewajiban umat Islam. Sebagaimana ayat pertama yang turun yaitu Iqra’ yang berarti bacalah. Membaca adalah jalan utama untuk belajar segala ilmu. Baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Membaca, butuh ketrampilan, butuh kepekaan, butuh kejelian. Tanpa ketrampilan yang bisa dipelajari tentu saja, kita hanya jadi pembaca yang tak dapat menangkap makna lain dari sebuah tulisan. Ibaratnya, kita tak bisa melihat ‘hikmah’ dari apa yang kita baca.
Sebagai contoh, tiga atau empat orang yang kita beri bacaan yang sama. Saat mereka usai membaca buku tersebut, bisa dipastikan bahwa kesimpulan mereka tak akan ada yang sama. Sebagai murid dan sebagai guru harus terus belajar, setinggi apapun ilmu dunia ini telah mereka raih. Alasannya karena ilmu terus berkembang dan informasi juga bergerak sangat dinamis.
Sebagai syarat utama belajar, tentu saja kerendahan hati, kesabaran, dan niat yang kuat. Tanpa itu, kita tak akan pernah bisa menjadi murid. Apalagi menjadi guru yang mumpuni. Ilmu hanya turun pada kerendahan hati, sebagaimana air yang hanya turun dan bisa ditampung di tempat yang rendah.
Sebagai murid hauslah selalu akan ilmu, yang tentu saja membawa manfaat kebaikan. Bukan ilmu yang menuntun kita pada jalan buntu dan ketersesatan yang nyata. Sebagai guru, pandai-pandailah memilih dan memilah mana ilmu yang baik dan bermanfaat yang patut dibagikan dan juga ilmu yang patut diabaikan.
Kesabaran sangat dibutuhkan karena menuntut ilmu tak jarang harus melalui kesakitan demi kesakitan. “Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan”, demikian nasihat Imam Syafi’i.
Harus kita ingat selalu, bahwa segala sesuatu ada ilmunya. Dari kita bangun tidur hingga kembali tidur. Namun, ilmu tak akan membawa kita ke mana pun tanpa disertai adab yang baik dan benar. Semua murid wajib memuliakan gurunya. Semua guru wajib memuliakan ilmu. Sayangnya, kebiasaan membaca di negeri ini masih begitu rendah. Walau segala sarana begitu lengkap, kebanyakan hanya membaca apa yang disuka. Padahal yang disuka belum tentu membawa manfaat yang nyata, dan bahkan tak jarang menjerumuskan.
Lihatlah berita di media massa, berapa banyak yang bisa kita ambil manfaatnya, berapa banyak yang begitu menjerumuskan kita menjadi bahan ghibah.Sekali lagi harus diingat, sebagai murid ataupun sebagai guru, kita harus pandai-pandai menjadi filter atas apa yang kita pelajari ataupun yang kita bagikan.
Comments
Post a Comment